JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM
KOTA SEMARANG

Kegiatan Penyuluhan Hukum Serentak "Netralitas Aparatur Pemerintah dalam Menyuseskan Pemilu 2024"

Kamis, 25 Januari 2024 - Admin JDIH

Kamis, 25 Januari 2024 

Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Jawa Tengah bekerja sama dengan Bagian Hukum Setda Kota Semarang mengadakan Kegiatan Penyuluhan Hukum Serentak "Netralitas Aparatur Pemerintah dalam Menyuseskan Pemilu 2024"

acara dibuka oleh bapak Sekretariat Daerah Kota Semarang Ir.Iswar Aminuddin,MT  dengan menyampaikan bahwa pentingnya ASN di Kota Semarang menjaga Netralitas dalam menjalankan Tugas dan Fungsi sebagai Aparatur Pemerintahan agar tidak berpihak dan berhati – hati serta menjaga keselamatan diri sendiri untuk tidak terlibat dalam bentuk kegiatan Kampanye partai politik atau Dewan

Materi 

  1. Materi I Dr Agus Winoto SH M Kn ( Kanwilkum HAM)

    Dasar Hukum Penyuluhan Hukum Serentak :

  • Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
  • Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
  • Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
  • Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara

Netralitas dan Peran Aparatur Pemerintah dalam Pelaksanaan Pemilu.

Aparatur pemerintah adalah istilah yang merujuk pada seluruh pegawai negeri sipil, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Aparatur pemerintah juga mencakup pejabat negara, termasuk presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, bupati, dan walikota

UNDANG - UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM :

memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat Daerah dengan cara: 1.ikut kampanye; menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; 2. 3.sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara 4. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye; 5. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau; 6. memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

  1. Materi II Ibu Wundri Ajisari, SH, LLH, MH ( Bagian Hukum Setda Kota Semarang

Faktor pengaruh pelanggaran ASN

  1. Spoil System : Adanya hubungan tarik menarik antara pejabat politik dengan ASN. Sebagai contoh, Gubernur/Wali Kota/Bupati terpilih di suatu daerah berasal dari Partai Politik tertentu. Padahal Gubernur/Wali Kota/Bupati tersebut selanjutnya menjadi Pejabat Pembina Kepegawaian di wilayah Pemerintahan Daerah. Gubernur/Wali Kota/Bupati memiliki kewenangan dalam Pengangkatan, Pemberhentian, Pemindahan, Pengembangan Kompetensi, Promosi dan Mutasi bagi ASN di wilayahnya. Dukungan yang diperlukan oleh Gubernur/Wali Kota/Bupati dalam Pilkada bersinggungan dengan Jabatan dan Posisi ASN.
  2. : Hubungan keluarga, kolega, kedekatan ini faktor terbesar yang menjadi alasan terkuat mengapa seorang ASN melakukan berbagai upaya militan untuk menyukseskan kemenangan seorang calon kontestan dalam Pemilu. Bahkan alasan kekerabatan ini dilakukan secara suka rela tanpa memerlukan timbal balik tertentu.
  3. Tidak Memahami Regulasi : Dari 2.076 ASN yang dilaporkan dalam pelanggaran netralitas ASN disimpulkan bahwa sebagian besar terjadi karena ketidaktahuan ASN terkait aturan regulasi yang melarangnya. Diperlukan sosialisasi secara masif untuk menyebarluaskan informasi regulasi yang mengatur netralitas ASN
  4. Intervensi Politik : Gubernur/Wali Kota/Bupati terpilih di suatu daerah yang berasal dari Partai Politik tertentu, menyelenggarakan aturan/kebijakan/program kerja/acara yang harus diikuti oleh ASN di bawahnya dengan menggunakan suatu atribut yang mencerminkan partai politik pengusung Gubernur/Wali Kota/Bupati terpilih. ASN yang bersangkutan mau tidak mau akan terlihat seperti memberikan dukungan terhadap partai politik tertentu karena menggunakan atribut yang mencerminkan simbol tertentu dalam menjalankan tugasnya.

Share Berita