JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM
KOTA SEMARANG

Berita

Artikel Terbaru

2024-08-05
1738
Senin, 5 Agustus 2024 Pemerintah Kota Semarang bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang melakukan kegiatan Public Hearing menjaring masukan dari masyarakat terkait isi dari Raperda tentang Penyelenggaraan Perhubungan
Selengkapnya
2024-08-05
1743
Semarang, Banuaminang.co.id – Aduan Slamet Suradi warga Jatisari Mijen Kota Semarang Jawa Tengah melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) YLKAI Kota Semarang ke Walikota Semarang, membuahkan hasil. Sertifikat tanah Hak Milik (SHM) Nomor 228 Kelurahan Jatisari Kecamatan Mijen Kota Semarang atas nama Marsinem (orang tua Slamet Suradi), Rabu (31/7) lalu, bisa kembali ke tangan para ahli waris Almarhumah Ibu Marsinem setelah Walikota Semarang melalui Kepala Bagian Hukum Setda Kota Semarang, memfasilitasi musyawarah antara pengadu Slamet Suradi dengan Haryono Renardi. Menurut Slamet Suradi, SHM 228 milik para ahli waris Almarhumah Ibu Marsinem sebelumnya oleh Slamet Suradi dimintakan tolong ke seorang tetangga Slamet Suradi di Jatisari Mijen Semarang bernama AA. “Tujuannya untuk diuruskan pemecahannya di kantor Pertanahan Kota Semarang. Hanya saja, pengurusan itu tidak ada hasilnya. Bahkan AA menghilang.” Tegas Slamet Suradi yang merasa ditipu oleh AA yang tetangganya sendiri. Apalagi AA juga telah meminta biaya pengurusan sebesar Rp. 6 juta. Dalam perjalanan waktu, diketahui kalau SHM 228 bukannya dibantu pengurusan pemecahannya oleh AA, tapi justru dijadikan jaminan oleh AA ke Haryono Rinardi, seorang Dosen sebuah PTN di Kota Semarang. Sedangkan menurut Haryono Rinardi, SHM 228 diserahkan oleh AA kepada pihaknya sebagai bentuk jaminan bukti keseriusan AA mengembalikan uang Haryono Rinardi sebesar Rp. 130 juta yang telah diserahkan ke AA sebagai pembayaran atas sebidang tanah yang disebutkan AA kalau tanah yang dijualnya ke Haryono Rinardi, adalah tanah Ibunya. “Setelah tahu SHM 228 ternyata juga bukan milik Ibu AA, Haryono Rinardi yang juga merasa dibohongi AA, berusaha untuk berkomunikasi dengan keluarga bu Marsinem melalui Slamet Suradi.” Kata Sukindar dari YKAI yang selalu mendampingi Slamet Suradi dalam rangka mendapatkan kembali hak keluarganya atas SHM 228. “Kami sempat bertanya-tanya saat komunikasi tidak berlanjut dan terkesan berlarut-larut upaya penyelesaiannya sehingga kami mengadu ke pihak-pihak terkait dan terakhir ke Ibu Walikota untuk dibantu menyelesaikan masalah yang dihadapi ahli waris Ibu Marsinem.” Tambah Sukindar yang mengapresiasi kecepatan dan ketepatan Bagian Hukum bertindak membantu menyelesaikan masalah yang diadukan masyarakat. Haryono Rinardi sendiri ikhlas menyerahkan SHM 228 kepada Slamet selaku salah satu ahli waris almarhumah Ibu Marsinem. “Saya dan pak Slamet sama-sama korbannya AA, tidak ada masalah, sehingga dengan kesepakatan yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Semarang melalui Bagian Hukum ini, saya berharap semua bisa selesai dengan baik dan tidak ada masalah setelah penyerahan SHM 228 ini.” Ungkap Haryono Rinardi yang telah membuat laporan ke Polda terkait tindakan AA yang telah merugikannya. M. Issamsudin, SH., S.Sos., MH selaku Kepala Bagian Hukum menghaturkan terima kasih kepada para pihak dan semua pihak yang mendukung tercapainya kesepakatan sehingga SHM 228 bisa diterima kembali di tangan ahli waris almarhumah Ibu Marsinem. “Adalah kewajiban pemerintah untuk membantu warganya. Terlebih warga yang mengadu dan meminta bantuan untuk menyelesaikan masalah yang diadukannya. Semua adalah bentuk keperpihakan pemerintah kepada warganya untuk mendapatkan hak yang memang menjadi haknya.” Kata M.Issamsudin yang mendoakan semoga setelah kesepakatan serah terima SHM 228, Bapak Haryono Rinardi dan Bapak Slamet selalu diberi perlindungan serta limpahan nikmat oleh ALLAH SWT karena telah mengedepankan keihlasan demi kebaikan bersama. “Yang penting, kepada siapa pun saja, sudah seharusnya tahu bila mau ngurus hak atas tanah, uruslah sesuai aturan dan tidak dengan sembarang orang. Demikian halnya bila mau membeli tanah atau menerima titipan, bahkan jaminan sertifikat tanah, harus hati-hati agar tidak sampai dirugikan. Apalagi sampai harus berhadapan dengan hukum.” Tambah Issamsudin. sumber : https://banuaminang.co.id/ylkai-kota-semarang-bersama-pemkota-semarang-membantu-pengembalian-sertifikat-tanah-warga-jatisari-mijen-semarang/
Selengkapnya
2024-07-17
1705
Rabu 17 Juli 2024, Pemerintah Kota Semarang Menerima Penghargaan terbaik kedua Sebagai Pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024.Penghargaan ini diterima langsung ibu Wali Kota Semarang Dr.Ir.Hj.Hevearita Gunaryanti Rahayu, M.Sos yang diberikan oleh Pj.Gubernur Provinsi Jawa Tengah Bapak Komjen.Pol.Drs.Nana Sudjana, M.M.Kiranya penghargaan ini menjadi motivasi bagi jajaran Pemerintah Kota Semarang dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat khususnya Kota Semarang  
Selengkapnya
2024-06-06
2007
Senin, 3 Juni 2024 Bagian Hukum Kota Semarang menerima kunjungan kerja dari DPRD kota Sukabumi terkait Perda tentang Pengarustamaan Gender dan Bantuan Hukum Bagi Warga Miskin. Ketua Panitia Khusus (PANSUS) Raperda DPRD Kota Sukabumi menyanyakan terkait bagaimana Penerapan Perda Pengarustamaan Gender di Kota Semarang dan seberapa urgensinya Peraturan tersebut ditertibkan di Kota Semarang, terkait Perda Bantuan Hukum Bagi Warga Miskin syarat apa saja yang bisa diajukan masyarakat untuk meminta Bantuan Hukum ke Pemerintah Kota Semarang dan apakah semua kasus bisa termasuk narkoba dan perceraian. Kepala Bagian Hukum Bapak Moh Issamsudin,SH.,S.Sos.,MH mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ketua Panitia Khusus (PANSUS) Raperda DPRD Kota Sukabumi. Bahwa penerapan Perda Pengarustamaan Gender di Kota Semarang dengan mulai merumuskan Kebijakan, Strategis dan Pedoman tentang pelaksanaan PUG, memfasilitasi Anggaran untuk Kegiatan PUG dan memberikan bantuan teknis, sosialisasi dan pengembangan materi komunikasi informasi dan edukasi PUG.Terkait Syarat apa Saja yang di ajukan untuk menerima Bantuan Hukum dari Pemerintah Kota Semarang KTP, Surat miskin yang diterbitkan Lurah,Surat Panggilan.Dan Terkait kasus Narkoba dan Perceraian bisa mendapatkan bantuan hukum dari Pemerintah Kota Semarang.
Selengkapnya
2024-03-22
3274
Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol atau etil alkohol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi. Pengendalian adalah serangkaian kegiatan untuk membatasi jenis dan jumlah pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol, serta membatasi waktu penjualan Minuman Beralkohol. Pengendalian Minuman Beralkohol meliputi: a. produksi, pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri; dan b. peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol yang berasal dari impor. Pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memastikan pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan standar pelaksanaan melalui inspeksi lapangan, pelaporan dan evaluasi terhadap pengadaan Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor serta Peredaran dan penjualannya. Pengawasan Minuman Beralkohol dilaksanakan terhadap: a. pengadaan Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri serta peredaran dan penjualannya; dan b. peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol yang berasal dari impor. Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol diselenggarakan dengan maksud sebagai upaya pelindungan dan menjaga kesehatan, ketertiban serta ketenteraman masyarakat dari dampak buruk penyalahgunaan Minuman Beralkohol. Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol diselenggarakan dengan tujuan: a. mengawasi produksi minuman beralkohol sesuai standar mutu produksi serta standar keamanan dan mutu pangan. b. mengendalikan dan mengawasi pengadaan Minuman Beralkohol sesuai kebutuhan secara bertanggung jawab; c. mengendalikan dan mengawasi peredaran Minuman Beralkohol sesuai jenis dan jumlah, sehingga tidak disalahgunakan dan tidak berdampak buruk pada masyarakat; dan d. mengendalikan dan mengawasi penjualan Minuman Beralkohol sesuai jenis, jumlah dan waktu penjualan Minuman Beralkohol. Dalam hal Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, Wali Kota berwenang: a. menerbitkan Perizinan Berusaha minuman beralkohol untuk Pengecer Minuman Beralkohol golongan B dan C;  b. menerbitkan SKPL-B dan C untuk Penjual Langsung Minuman Beralkohol golongan B dan C; c. melakukan pengawasan terhadap produksi Minuman Beralkohol yang diproduksi oleh industri; d. melakukan Pengendalian dan Pengawasan terhadap produksi, pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol sesuai dengan pertimbangan karakteristik dan budaya lokal di daerah; e. melakukan Pengendalian dan Pengawasan terhadap produksi, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol tradisional;  f. menetapkan tempat tertentu lainnya sebagai tempat yang dapat dijadikan lokasi penjualan langsung dan/atau penjualan secara eceran Minuman Beralkohol selain TBB; g. menetapkan tempat tertentu lainnya sebagai tempat yang dilarang untuk memperdagangkan Minuman Beralkohol; h. melakukan penyidikan atas terjadinya pelanggaran pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol; dan  i. memberikan sanksi administratif dan/atau sanksi lainnya atas terjadinya pelanggaran pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol. Minuman beralkohol dikelompokan dalam golongan sebagai berikut: a. minuman beralkohol golongan A merupakan minuman yang mengandung etil alkohol atau ethanol (C2H5OH) dengan kadar sampai 5 % (lima per seratus); b. minuman beralkohol golongan B merupakan minuman yang mengandung etil alkohol atau ethanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5 % (lima per seratus) sampai dengan 20 % (dua puluh per seratus); dan c. minuman beralkohol golongan C merupakan minuman yang mengandung etil alkohol atau ethanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20 % (dua puluh per seratus) sampai dengan 55 % (lima puluh lima per seratus). Perizinan Berusaha Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha penjualan dan/atau peredaran Minuman Beralkohol golongan B dan golongan C wajib memiliki Perizinan Berusaha dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Larangan Pengecer atau Penjual Langsung dilarang memperdagangkan Minuman Beralkohol di lokasi atau tempat yang berdekatan dengan: a. gelanggang remaja, pedagang kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios kecil dan/atau toko, penginapan remaja, dan bumi perkemahan; b. tempat yang berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit dan pemukiman; dan c. tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Wali Kota. Pengecer atau Penjual Langsung yang melanggar dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. penarikan barang dari distribusi; c. penghentian sementara kegiatan usaha; d. penutupan gudang e. denda administratif; f. pencabutan Perizinan Berusaha; dan/atau g. sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penjual Langsung dan Pengecer dilarang mengiklankan Minuman Beralkohol dalam media massa apapun dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. penghentian sementara kegiatan usaha; c. denda administratif; d. pencabutan Perizinan Berusaha; dan/atau e. sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaku Usaha dilarang mendistribusikan dan/atau memperdagangkan Minuman Beralkohol yang tidak dilengkapi dengan Perizinan Berusaha. Jika melanggar dikenai sanksi adminsitratif berupa:  a. teguran tertulis; b. penarikan barang dari distribusi; c. penghentian sementara kegiatan usaha; d. penutupan gudang e. denda administratif; f. pencabutan Perizinan Berusaha; dan/atau  g. sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap orang dilarang meminum minuman yang mengandung alkohol di tempat umum, kecuali di tempat yang diperbolehkan untuk menjual minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan Daerah ini. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang berkaitan dengan produksi, peredaran, penjualan langsung, pengeceran, penggunaan dan periklanan minuman dengan kandungan ethanol yang diproduksi oleh masyarakat dengan proses produksi secara tradisional, yang didalamnya terkandung makna sebagai minuman oplosan yang dikenal luas oleh masyarakat Daerah.
Selengkapnya
2024-03-22
2431
Ekonomi Kreatif adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi. Pelaku Ekonomi Kreatif adalah orang perseorangan atau kelompok orang warga negara Indonesia atau badan usaha berbadan hukum atau bukan berbadan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan Ekonomi Kreatif. Pelindungan adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi pelindungan kepada pelaku usaha kreatif untuk menghindari praktik monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi oleh pelaku usaha. Pengembangan Ekonomi Kreatif adalah upaya upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, satuan Pendidikan, komunitas kreatif, media komunikasi dunia usaha, dan masyarakat dalam bentuk mengembangkan ekosistem, penciptaan iklim usaha serta pembinaan Ekonomi Kreatif sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Tujuan Pelindungan dan Pengembangan Ekonomi Kreatif adalah: a. mendorong seluruh aspek Ekonomi Kreatif sesuai dengan perkembangan kebudayaan, teknologi, kreativitas, inovasi masyarakat daerah, dan perubahan lingkungan perekonomian global; b. menciptakan Ekosistem Ekonomi Kreatif yang berdaya saing global; c. meningkatkan perekonomian masyarakat; d. meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mengembangkan Ekonomi Kreatif; e. meningkatkan produktivitas, daya saing dan pangsa pasar dari Ekonomi Kreatif; f. meningkatkan akses terhadap sumber daya produktif; g. meningkatkan akses permodalan; h. meningkatkan jiwa kreativitas; i. meningkatkan kemitraan dan Jaringan Usaha Kreatif; j. meningkatkan peran Ekonomi Kreatif sebagai pelaku Ekonomi Kreatif yang tangguh, profesional dan mandiri; dan  k. memberikan pelindungan terhadap usaha Ekonomi Kreatif yang berbasis lokal. pemerintah daerah berwenang: a. menyediakan prasarana zona kreatif, ruang kreatif, kota kreatif sebagai ruang berekspresi, berpromosi dan berinteraksi bagi insan kreatif di daerah; b. pelaksanaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia Ekonomi Kreatif tingkat dasar; dan c. memberikan dukungan pengembangan ekosistem Ekonomi Kreatif di daerah.   Setiap Pelaku Ekonomi Kreatif berhak: a. berkarya, berkreasi, dan berinovasi pada bidang Ekonomi Kreatif; b. memperoleh kesempatan yang sama untuk menumbuhkan dan mengembangkan kegiatan Ekonomi Kreatif; c. mendapatkan pendampingan hukum; dan d. mendapatkan jaminan, dukungan, dan fasilitas dari Pemerintah Daerah, satuan Pendidikan, dunia usaha dan media masa. Setiap Pelaku Ekonomi Kreatif berkewajiban: a. memberikan data diri dan produk ekonomi kreatifnya ke dalam sistem informasi Ekonomi Kreatif Daerah; b. menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa serta memperhatikan kelestarian lingkungan dalam kegiatan Ekonomi Kreatif; c. memiliki perizinan berusaha; d. menyerap tenaga kerja muda di sekitar lingkungan perusahaan; e. mentaati seluruh peraturan terkait yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya; dan f. melakukan bantuan pembinaan Ekonomi Kreatif untuk pelaku Ekonomi Kreatif pemula. Pelaksanaan peningkatan sumber daya manusia Ekonomi Kreatif, Pemerintah Daerah melakukan pengembangan kapasitas Pelaku Ekonomi Kreatif melalui: a. pelatihan; b. bimbingan teknis; c. pendampingan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial Pelaku Ekonomi Kreatif; d. dukungan fasilitasi untuk menghadapi perkembangan teknologi di dunia usaha; e. standardisasi usaha; f. sertifikasi profesi bidang Ekonomi Kreatif; g. pelaksanaan pameran dan/atau promosi; h. pelaksanaan lomba kreatifitas; i. kegiatan pelatihan dan pendampingan; dan j. upaya menumbuhkan kreatifitas lainnya.
Selengkapnya
2024-03-22
2678
Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Pelaksanaan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan: a. mewujudkan Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar Penyandang Disabilitas secara penuh dan setara; b. menjamin upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri Penyandang Disabilitas;  c. mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermartabat; d. melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak asasi manusia; dan  e. memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas untuk mengembangkan diri serta mendayagunakan seluruh kemampuan sesuai bakat dan minat yang dimilikinya untuk menikmati, berperan serta berkontribusi secara optimal, aman, leluasa, dan bermartabat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.   Ragam Penyandang Disabilitas meliputi: a. Penyandang Disabilitas fisik; b. Penyandang Disabilitas intelektual; c. Penyandang Disabilitas mental; dan/atau d. Penyandang Disabilitas sensorik. Penyandang Disabilitas memiliki hak: a. hidup; b. bebas dari stigma; c. privasi; d. Pendataan; e. keadilan dan perlindungan hukum; f. pendidikan; g. pekerjaan, kewirausahaan, dan berkoperasi; h. kesehatan;  i. politik;  j. keagamaan; k. keolahragaan;  l. kebudayaan dan pariwisata; m. kesejahteraan sosial; n. aksesibilitas; o. pelayanan Publik; p. pelindungan dari bencana; q. habilitasi dan rehabilitasi; r. Konsesi; s. hidup secara mandiri;  t. dilibatkan dan aktif dalam masyarakat; u. berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi aksesibel; v. berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan w. bebas dari tindakan Diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi.   Pemerintah Daerah memfasilitasi pembentukan Komisi Disabilitas Daerah yang merupakan lembaga non struktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada Walikota. Komisi Disabilitas Daerah mempunyai fungsi: a. penyusunan rencana kegiatan Komisi Disabilitas Daerah dalam upaya pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas; b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas; c. advokasi pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas; d. pelaksanaan kerja sama dalam penanganan Penyandang Disabilitas dengan pemangku kepentingan terkait; e. mendorong peningkatan partisipasi Penyandang Disabilitas, keluarga, masyarakat secara umum dan/atau pemangku kepentingan lainnya dalam rangka Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. f. membangun jaringan dengan berbagai pihak dalam upaya mengembangkan program yang berkaitan dengan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. LARANGAN Setiap Orang yang ditunjuk mewakili kepentingan Penyandang Disabilitas dilarang melakukan tindakan yang berdampak kepada bertambah, berkurang, atau hilangnya hak kepemilikan Penyandang Disabilitas tanpa mendapat penetapan dari pengadilan negeri. Setiap orang yang melanggar) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
Selengkapnya
2024-03-22
1828
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk: a. mewujudkan hak konstitusional setiap warga negara sesuai prinsip kesamaan kedudukan di dalam hukum; b. menjamin dan memenuhi hak bagi penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;  c. menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Daerah; dan d. menjamin bagi penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan perlindungan hak asasi manusia. Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum, tersangka dan/ atau terdakwa atas masalah hukum yang sedang dihadapi Bantuan Hukum meliputi : a. Bantuan Hukum litigasi; dan b. Bantuan Hukum nonlitigasi Bantuan Hukum diselenggarakan untuk membantu warga miskin atau kelompok warga miskin yang sedang menghadapi masalah hukum. Pemberian Bantuan Hukum kepada warga miskin atau kelompok warga miskin yang sedang menghadapi masalah hukum diselenggarakan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang memenuhi syarat: a. Berbadan Hukum untuk Lembaga Bantuan Hukum; b. Terakreditasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai Lembaga Bantuan Hukum yang dapat memberikan Bantuan Hukum. c. Terdaftar pada Instansi yang berwenang untuk Organisasi Kemasyarakatan; d. memiliki pengurus; e. memiliki Kantor dan memiliki Program Bantuan Hukum serta berdomisili di wilayah Daerah;  f. memiliki keanggotaan asosiasi atau organisasi profesi bagi Lembaga Bantuan Hukum dan kartu kenggotaan bagi Organisasi Kemasyarakatan; g. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; h. Pengacara/ Advokat yang ditugaskan oleh Lembaga Bantuan Hukum, memiliki pengalaman beracara di Lembaga Peradilan selama 3 (tiga) tahun;dan  i. tidak dalam pengawasan pengadilan dan/atau tidak sedang dalam menjalankan sanksi pidana. SYARAT DAN TATACARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM Calon penerima bantuan hukum untuk mendapatkan bantuan hukum, harus mengajukan permohonan bantuan hukum secara tertulis kepada pemberi bantuan hukum. Permohonan bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dengan dilampiri : a. Foto copy Kartu Tanda Penduduk dan/atau Kartu Keluarga yang sah dan masih berlaku; b. Kartu Identitas Miskin atau Surat Keterangan Miskin dari Lurah; c. Surat Panggilan, Surat Penangkapan, Surat Penahanan dari Kepolisian Republik Indonesia dan/atau Kejaksaan Republik Indonesia sebagai terlapor/ tersangka; dan d. Uraian singkat atau penjelasan tentang masalah hukum yang dihadapi. LIST LBH YANG TELAH BEKERJA SAMA : LPKBHI Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang LBH Miftakhul Jannah Semarang YLBHI-LBH Semarang Yayasan Bantuan Hukum Mawar Saron Semarang PBH DPC Peradi Semarang Perkumpulan Law&Justice Semarang Perkumpulan LBH APIK Semarang Perkumpulan Koalisi LSM dan Pengacara Penegak Hukum dan Kebenaran Jawa Tengah LBH Fiat Justitia Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Semarang LBH Wongsonegoro Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Ratu Adil.
Selengkapnya
2024-03-22
2110
Produk hukum daerah berbentuk peraturan terdiri atas: a. Perda; b. Peraturan Walikota; dan c. Peraturan DPRD. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda adalah Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD Kota Semarang dengan persetujuan bersama Walikota Semarang. Pembentukan Peraturan Daerah adalah pembuatan peraturan perundang-undangan daerah yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan, pengundangan, dan penyebarluasan. Perda memuat materi muatan: a. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. c. Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Perda memuat materi muatan untuk mengatur: a. kewenangan daerah; b. kewenangan yang lokasinya dalam daerah; c. kewenangan yang penggunanya dalam daerah; d. kewenangan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam daerah;  e. kewenangan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh daerah. Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan/pelaksanaan Perda seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Perda dapat memuat ancaman sanksi yang bersifat mengembalikan pada keadaan semula dan sanksi administratif. Sanksi administratif berupa: a. teguran lisan;  b. teguran tertulis; c. penghentian sementara kegiatan; d. penghentian tetap kegiatan; e. pencabutan sementara izin; f. pencabutan tetap izin; g. denda administratif; dan/atau h. sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Produk hukum daerah berbentuk penetapan terdiri atas: a. keputusan Walikota; b. keputusan DPRD; c. keputusan Pimpinan DPRD; dan d. keputusan Badan Kehormatan DPRD. Perda, Peraturan Walikota, dan Peraturan DPRD dimuat dalam Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum.
Selengkapnya
2024-03-22
1043
Pemberdayaan Perempuan adalah upaya untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri. Perlindungan Perempuan adalah segala upaya untuk melindungi dan memberikan rasa aman kepada perempuan serta pemenuhan haknya melalui perhatian yang konsisten, terstruktur, dan sistematis yang ditujukan untuk mencapai kesetaraan gender. Kekerasan Terhadap Perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, dan psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah privat atau publik. Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan bertujuan untuk: a. meningkatkan kualitas hidup perempuan; b. meningkatkan partisipasi perempuan dalam proses pembangunan; c. mendorong kepemimpinan perempuan dan posisi tawar perempuan dalam pengambilan keputusan dalam berbagai proses pembangunan, baik perencanaan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi; d. meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam mengelola perekonomian, baik dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun dalam membuka peluang kerja produktif dan mandiri; e. memberikan perlindungan hak perempuan dari berbagai bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya;  f. mencegah segala bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan; -4- g. memberikan pelayanan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan. h. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Perlindungan Perempuan; i. mewujudkan kehidupan sosial yang aman dan bebas dari segala bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan; dan j. meningkatkan penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan Pemberdayaan Perempuan. Setiap Perempuan berhak untuk: a. hidup dan mempertahankan hidup serta meningkatkan taraf kehidupannya; b. memenuhi kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak, berkeluarga dan melanjutkan keturunan; c. mengembangkan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia; d. memperoleh keadilan, rasa aman, dan kebebasan menyampaikan pendapat tanpa diskriminasi; e. terlibat dalam setiap tahapan proses pembangunan; f. bebas dari perbudakan atau diperhamba dan ancaman; g. memperoleh perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya; h. mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak; i. berpartisipasi dalam politik; j. melakukan perbuatan hukum; dan k. bebas memilih pasangan dalam perkawinannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberdayaan Perempuan diarahkan berperan dan berpartisipasi di bidang: a. kesehatan; b. pendidikan; c. ekonomi; d. sosial budaya; e. politik dan pemerintahan; f. hukum;  g. ketenagakerjaan; h. jaminan sosial; dan  i. pelestarian lingkungan. Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan melalui: a. pencegahan kekerasan terhadap perempuan;  b. pelayanan terhadap perempuan korban kekerasan; dan c. penguatan kelembagaan Perlindungan Perempuan. Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dapat dilakukan dalam bentuk sebagai berikut: a. mengembangkan media komunikasi, informasi, edukasi dan kampanye publik; b. mengembangkan materi dan kurikulum pendidikan; c. mengembangkan sistem transportasi dan ruang publik yang aman; d. membangun sistem deteksi dini, keamanan dan layanan pengaduan terpadu di kawasan industri, perusahaan, lingkungan pemukiman, lingkungan pendidikan, pesantren dan ruang publik lainnya; e. memberikan layanan konsultasi, informasi, edukasi, dan konseling; f. mengembangkan kebijakan terkait sekolah/madrasah, sekolah berasrama, pesantren, dan perguruan tinggi yang aman dan ramah; g. membentuk dan mengembangkan kader, komunitas, dan kelompok dari kalangan muda, pelajar, santri, mahasiswa, jurnalis, influencer media sosial, tenaga pendidik, dan tokoh agama; h. melakukan edukasi dan advokasi kepada pemilik, pengelola dan/atau pengguna sosial media; i. mengembangkan sistem perlindungan dan dukungan khusus bagi kelompok perempuan rentan; j. melakukan penyadaran bagi pelaku; -10- k. meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, instansi pemerintah, lembaga, lembaga kemasyarakatan, dunia usaha, pesantren, organisasi masyarakat, media, tokoh agama, tokoh masyarakat dan komunitas; l. melakukan kerjasama dengan lembaga keagamaan, lembaga sosial masyarakat, lembaga layanan, perguruan tinggi, pesantren, media, organisasi kepemudaan, tokoh agama dan tokoh masyarakat; dan m. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan.   Pelayanan terhadap perempuan korban kekerasan dapat dilakukan melalui:  a. penerimaan laporan dan/atau penjangkauan korban kekerasan; b. pemberian informasi tentang hak korban kekerasan;  c. fasilitasi pemberian layanan kesehatan; d. fasilitasi pemberian layanan penguatan psikologis;  e. fasilitasi pemberian layanan psikososial, rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial;  f. penyediaan layanan hukum; g. identifikasi kebutuhan pemberdayaan ekonomi; h. identifikasi kebutuhan penampungan sementara untuk korban kekerasan dan keluarga korban kekerasan yang perlu dipenuhi segera; i. fasilitasi kebutuhan korban kekerasan penyandang disabilitas; j. koordinasi dan kerja sama atas pemenuhan hak korban kekerasan dengan lembaga lainnya; dan  k. pemantauan pemenuhan hak korban kekerasan oleh aparatur penegak hukum selama proses acara peradilan. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan Perlindungan Perempuan dilaksanakan melalui: a. peningkatan kapasitas sumber daya manusia lembaga penyedia layanan Perlindungan Perempuan korban kekerasan tingkat Daerah; b. penyediaan kebutuhan spesifik bagi perempuan dalam situasi darurat dan kondisi khusus tingkat Daerah; c. pengembangan strategi komunikasi, informasi, dan edukasi tentang perlindungan hak perempuan tingkat Daerah; d. penguatan jejaring antar lembaga penyedia layanan Perlindungan Perempuan tingkat Daerah; e. fasilitasi upaya pemenuhan standar lembaga penyedia layanan Perlindungan Perempuan tingkat Daerah;  f. pengembangan lembaga penyedia layanan Perlindungan Perempuan tingkat Daerah.
Selengkapnya